WANITA DAN PROFESI : RINI SUGIANTO, Animator Indonesia Yang Berjaya Di Industri Film Hollywood




Nama character animator ini beberapa kali bertengger sebagai salah satu animator dalam film-film box office dunia. Namanya terselip pada credit tittle film-film animasi besutan Hollywood. Sebut saja film Teenage Mutant Ninja Turtles, The Hobbit: The Desolation of Smaug, The Hobbit: An Unexpected Journey, The Avengers, Iron Man 3, dan The Hunger Games: Catching Fire. Dan di tengah kesibukannya, lulusan S2 jurusan Animasi dari Academy of Art di San Fransisco, Amerika Serikat ini, juga masih sempat berbagi ilmu melalui sekolah animasi online.

Perempuan yang menghabiskan masa kecil hingga SMA di Lampung, Jakarta, dan Bogor ini sempat mengenyam bangku kuliah S1 di jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung. Rini lalu merajut mimpinya di dunia animasi di San Fransisco, Amerika Serikat, pada tahun 2001. Sebenarnya bisa dibilang ia cukup beruntung, sebelum lulus sekolah bisa diterima magang di sebuah game company. Company ini lah yang kemudian meng-hire-nya secara full time setelah masa magangnya selesai. Di kota terpadat di California dan ke-12 di Amerika Serikat itu, Rini sempat bekerja sebagai animator di beberapa studio games seperti Stormfront, Offset Studio, dam Blur Studio. Hingga kemudian di tahun 2010, Rini mendapat tawaran untuk bergabung dengan WETA Digital di Selandia Baru. Perjalanan kariernya memang cukup panjang dari tahun 2005 hingga saat ini. Ia juga pernah mencoba masuk Pixar Class berkali-kali. Setelah empat kali mencoba dalam satu tahun, barulah ia bisa diterima.


WETA Digotal adalah sebuah perusahaan milik Peter Jackson yang ketika itu sedang menangani film yang disutradarai Stephen Spielberg berjudul The Adventures of Tintin. Tawaran tersebut diterima Rini setelah dirinya mengirim sebuah demo real yang akhirnya membuat perusahaan tersebut memintanya untuk terlibat dalam proyek film Tintin. Uniknya, Rini mendapat nilai plus karena memelihara seekor anjing. Tintin, karakter utama di film, memiliki seekor anjing bernama Snowy, sehingga Rini dianggap mampu menggambarkan secara detail bagaimana seekor anjing bergerak. Rini yang sejak kecil penggemar berat Tintin, tentu tidak menolak tawaran itu walau harus pindah ke Selandia Baru. Dalam film The Adventures of Tintin, Rini bertindak sebagai animator dengan andil besar dalam mengerjakan 70 adegan. Rini memang bukan satu-satunya orang Indonesia yang terlibat di film tersebut. Selain Rini, ada beberapa orang Indonesia lain yang juga terlibat, diantaranya Sindharmawan Bachtiar dan Eddy Purnomo.

Ternyata, perempuan kelahiran 3 Januari 1980 ini tak pernah berencana menjadi seorang animator. Lahir dari keluarga pengusaha, Rini juga enggan mengikuti jejak keluarga dan memilih karier di dunia kreatif. Setelah lulus SMA, ia sempat bercita-cita menjadi programmer. Awalnya dari belajar 3D visualisasi di bidang arsitektur. Lalu mulai mempelajari 3D lebih luas dan dalam di bidang spesialisasi lainnya. Ia memulainya dengan belajar animasi di Academy of Art Universituydi San Fransisco.


Setelah 3,5 tahun di Selandia Baru, Rini memutuskan kembali ke negara asal suami yang menikahinya di tahun 2012 lalu, Brandon Riza. Tak lama, ia mendapat tawaran bekerja di sebuah perusahaan animasi yang ketika itu tengah menggarap film Teenage Mutant Ninja Turtles. Dalam film tersebut, Rini bertugas menghidupkan karakter-karakter utama, seperti Donatello, Michaelangelo, Leonardo, atau Raphael. Dari banyak film yang sudah dikerjakannya, Tintin dan The Hobbit mendapat tempat khusus di hatinya. Tintin sebagai film pertamanya dan The Hobbit sebagai film paling besar yang pernah ia kerjakan. Rini mengaku justru merasa tertantang dalam mengerjakan animasi dari komik yang sudah terkenal.

Menjadi seorang animator menurut Rini memiliki banyak tantangan dan kesabaran. Karena untuk mengerjakan sebuah film animasi diperlukan waktu yang tidak sedikit. Tergantung dengan seberapa besarnya project tersebut. Untuk digital production sendiri mungkin dibutuhkan waktu sekitar 1 tahun. Beruntung, Rini termasuk orang yang tidak gampang menyerah. Dunia animasi menuntut tingkat ketelitian yang tinggi dan memberi kepuasan tersendiri jika film tersebut mendapat perhatian banyak dari masyarakat. Terlebih ketika melihat namanya di credit tittle. Saat ini, Rini juga tengah sibuk mengembangkan sebuah sekolah animasi online yang dinamakannya Flash Frame Workshop (FFW). Sekolah ini dimulai tahun 2013 yang ditujukan pada murid-murid dari Indonesia. Kelasnya terbuka untuk semua level. Saat ini FFW mempunyai kelas di 3 bidang yaitu modelling, rigging, dan animasi. Tapi kelas yang difokuskan memang kelas animasinya. Murid-muridnya bisa mengikuti melalui online class. Jadi tidak lagi terbatas dengan lokasi. Yang membanggakan, beberapa murid FFW kini sudah bekerja di bidang animasi.


Di kelas awal, mulai dari kelas beginner, diajarkan membuat bouncing ball, pendulum, dan lain-lain. Di kelas intermediate, mereka belajar tentang ‘weight’. Di kelas advanced, barulah mereka mulai belajar acting. Sekolah ini didirikan Rini karena banyaknya e-mail yang diterimanya dari teman-teman dan pelajar Indonesia yang tertarik dengan animasi dan mau belajar animasi. Dari situlah Rini berpikir, daripada menjawab satu persatu, lebih baik digabungkan saja. Rini berharap langkahnya ini dapat memberikan warna bagi dunia animasi Indonesia.

Ke depan, Rini juga berharap agar kualitas animasi di Indonesia semakin meningkat agar tidak kalah dengan negara lain. Banyak sudah rencana yang dibuatnya, bakan tidak menutup kemungkinan jika kemudian hari dirinya mampu memberikan beasiswa kepada mereka yang kurang mampu namun memiliki bakat dan prestasi luar biasa di dunia animasi. Meski tinggal di Amerika, Rini memang tetap memantau perkembangan dunia animasi di tanah air. Walau ia tidak tahu banyak mengenai industri kreatif di Indonesia, tapi dari yang bisa ia lihat, industri ini sekarang sedang berkembang, maka kesempatan pun selalu ada. Kualitas animasi semakin baik setiap tahunnya. Untuk mengembangkan dunia animasi di Indonesia maka harus berhubungan dengan infrastruktur industri animasinya.


Bagaimana dengan tanggapan orangtua mengenai kariernya ? Awalnya mereka ragu, karena pada saat itu bidang animasi masih lumayan langka di Indonesia. Meski kini sibuk, tapi Rini selalu meluangkan waktunya untuk keluarga. Ia memang sering kerja lembur, bahkan kadang sampai 14-16 jam sehari. Namun, meski mengatur waktunya agak susah, sebisa mungkin Rini tetap berusaha untuk tidak bekerja over time atau di weekend. Karena akhir pekan waktunya family time. Pekerjaan ini memang kadang membuatnya jenuh. Untuk menghilangkan kejenuhan dan menjaga kondisi tubuh, Rini memilih berolahraga. Olahraga yang dipilih Rini dan dan suami adalah berlari dan mendaki gunung. Bahkan saking cintanya ada olahraga ini, keduanya melangsungkan pernikahan di sebuah gunung di kawasan Queenstown, Selandia Baru. Mereka menaiki helikopter ke glacier Aspiring National Park dan menikah di sana. Rini sendiri sudah mendaki beberapa gunung seperti Kilimanjaro dan Mont Blanc.

Segala pengalamannya dalam melakukan kegiatan tersebut di bagi Rini di media sosial, termasuk hobinya dalam memasak dan bertanam. Kepada para animator muda tanah air, Rini berpesan agar jangan pernah putus asa dan teta belajar serta berlatih demi memberikan hasil yang terbaik.

Komentar

Posting Komentar